Pages

Selasa, 07 Februari 2012

DIklat Manajemen Kolaborasi

Pusdiklat kehutanan bekerjasama dengan Jica mengadakan diklat MANAJEMEN KOLABORASI bagi UPT Taman Nasional, diklat ini sebelumnya telah diadakan sebanyak 2 kali dan yang sekarang merupaka angkatan 3, TN. Bantimurung Bulusaraung mendapatkan kesempatan untuk mengikuti diklat ini yang terddiri dari 3 tingkat mulai dari tingkat kepala resort, kepala seksi, kepala balai.
Diklat ini diselenggarakan dalam rangka meningkatkan efektifitas pengelolaan Taman Nasional dengan melibatkan para pihak terkait, terutama peningkatan kapasitas dan kompetensi kepala resort, kepala seksi, dan kepala UPT Taman Nasional dalam hal manajemen kolaborasi pengelolaan Taman Nasional
Diklat dasarmanajemen kolaborasi ini bersifat ""life training" yang didesain secara terintegrasi antara kepala resort, kepala seksi, dan kepala UPT Taman nasional. dalam diklat ini kepala balai, kepala seksi dan kepala resort akan mendapatkan, mencari, menemukan dan merumuskan pengetahuan serta keterampilan yang berkaitan dengan manajemen kolaborasi sesuai tuntutan kompetensi yang dibutuhkan pada masing-masing strata.salah satu hasil diklat yang terintegarasi ini adalah dibuatnya "RENCANA AKSI MANAJEMEN OLEH KEPALA RESORT, KEPALA SEKSI, DAN KEPALA UPT TN, yang selanjutnya akan dibahas dan dilaksanakan bersama stakeholder masing-masing taman nasional
Maksud dan Tujuan diklat ini adalah:
1.Tingkat Kepala Resort pada UPT Taman Nasional
memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada kepala resort diUPT TN agar mampu untuk menyusun rencana, melaksanakan dan mengembangkan manajemen kolaborasi bersama-sama stakeholder di wilayahnya sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
2. Tingkat Kepala Seksi pada UPT Taman nasional
memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada kepala seksi UPT Taman Nasional agar mampu merumuskan dan mengembangkan manajemen kolaborasi bersama-samma stakeholder dan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
3. Tingkat Kepala UPT Taman nasional
memberika pengetahuan dan keterampilan kepada Kepala UPT Taman Nasional agar mampu merumuskan dan mengembangkan manajemen kolaborasi dengan membangun kemitraan dengan para stakeholder dan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

Diklat Dasar manajemen kolaborasi untuk kepala resort akan dilaksanakn pada tanggal 6 februari s.d 3 maret 2012, untuk kepala seksi akan dilaksanakan pada tanggal 15 februari s.d 3 mret 2012, dan untuk kepala UPT Taman nasional dilaksanakan pada tanggal 23 februari s.d 3 maret 2012 yang bertempat dipusdiklat kehutanan

Minggu, 01 Januari 2012

operasi gabungan Polhut

operasi gabungan polhut di daerah Camba

Jumat, 30 Desember 2011

Bantimurung objek wisata terbaik di sulawesi selatan



Kawasan wisata bantimurung adalah salah satu potensi wisata yang terdapat didalam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dan dapat dikatakan sebagai obyek wisata terbaik di Sulawesi selatan. Kawasan wisata ini memiliki aksesibilitas yang cukup tinggi hingga wajarlah jika kawasan wisata ini begitu terkenal didaerah Sulawesi selatan dan menjadi tempat favorit ketika musim liburan telah tiba. Kawasan wisata bantimurung ini berjarak ± 42 Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Jarak ini dapat ditempuh selama ± 60 menit. Untuk pengunjung yang berasal dari luar provinsi atau pengunjung manca negara, kawasan Bantimurung berjarak ± 21 Km dari Bandar Udara Internasional Hasanuddin atau dapat dicapai dalam waktu ± 30 menit. Tersedia banyak fasilitas angkutan umum untuk dapat mencapai lokasi ini sepanjang hari.

Bantimurung tentunya memiliki banyak potensi yang dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjunginya baik lokal maupun manca negara. Di kawasan Bantimurung terdapat air terjun yang sudah sangat di kenal kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Obyek wisata ini merupakan idola masyarakat Sulawesi Selatan karena tingkat aksesibilitasnya yang tinggi. Kompleks wisata air terjun bantimurung ini memiliki suguhan menarik sebagai alternative wisata alam keluarga sehingga ketika weekend, musim liburan sekolah tempat ini selalu rame dipadati oleh pengunjung. 


Daya tarik Bantimurung berupa  segala potensi yang ada didalamnya termasuk wisata tirta, keanekaragaman hayatinya, panorama alamnya, fenomena tebing-tebing karstnya yang ideal untuk wisata alam minat khusus, Dari segi keanekaragaman hayati, kawasan wisata bantimurung ini dikenal dengan potensi Kupu-kupunya yang beranekaragam. Alfred Russel Wallace (1890) melaporkan bahwa ia menemukan 256 species Kupu-kupu dari kawasan Bantimurung. Berbeda dengan laporan tersebut, Mattimu (1977) melaporkan bahwa ada 103 jenis kupu-kupu yang ia temukan di hutan wisata Bantimurung, dengan jenis endemik antara lain adalah : Papilio blumei, P. polites, P. sataspes, Troides haliphron, T. helena, T. hypolitus, dan Graphium androcles. Achmad (1998) telah meneliti secara khusus habitat dan pola sebaran kupu-kupu jenis komersil di hutan wisata Bantimurung selama satu tahun. Ia juga menginformasikan bahwa kupu-kupu Troides haliphron dan Papilio blumei adalah dua jenis endemik yang mempunyai sebaran yang sangat sempit, yakni hanya pada habitat berhutan di pinggiran sungai.untuk memelihara kelestarian kupu-kupu ini, TN. Babul telah membuat sebuah penangkaran khusus yang diharapkan mampu menjadi tempat budidaya, peningkatan populasi dan sekaligus tempat penelitian dan pendidkan konservasi.

Kawasan wisata Bantimurung ini juga terkenal sebagai habitat beberapa species penting lain yang kondisi populasinya sudah semakin menurun di alam. Dare atau Kera Hitam Sulawesi (Macaca maura) adalah salah satu jenis primata endemik Sulawesi yang habitatnya meluas hampir di seluruh kawasan. 





Kuskus Beruang (Ailurops ursinus) dan Kuskus Kecil (Stigocuscus celebensis) juga dapat ditemukan di dalam kawasan ini. Kuskus merupakan satu-satunya komponen mamalia Irian-Australia yang sebarannya sampai kekawasan Sulawesi (batas bagian Barat). Wirawan (1993) menginformasikan bahwa Kuskus yang berada diKaraenta adalah jenis endemik Sulawesi, yakni Kuskus Sulawesi (Strigocuscus celebencis) dan Kuskus Beruang (Ailurops ursinus). Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii) adalah satwa yang terdiri dari satu genera dengan satu species, dan merupakan satwa endemic Sulawesi. Wirawan (1993) melaporkan bahwa Mastura (1993) telah menemukan satwa ini di wilayah Karaenta. Panjang kepala dan badannya kira-kira 1 meter, dengan panjang ekor 0,6 meter. Bagian tubuh atas (punggung) berwarna coklat muda sampai coklat tua, bagian bawah putih dengan dada kemerah-merahan dan bercak-bercak coklat di sisi kiri dan kanan badannya. Strip coklat dan coklat muda melingkari ekor. Musang ini memakan mamalia kecil dan buah-buahan.

Primata terkecil di dunia, Tarsius spectrum atau oleh masyarakat setempat diberikan nama Balao-cengke,belum lama ini juga dapat ditemukan dalam kawasan wisata ini. Panjang kepala dan badan satwa ini berkisar antara 8,5-16,0 cm, sedangkan ekornya bervariasi antara 13,5-27,0 cm. Kera mungil ini memiliki mata bulat yang besar, serta jari-jari yang panjang untuk berpegangan. Mereka hidup di pohon dan mencari makan (serangga dan binatang kecil lainnya) di malam hari. Hewan ini tergolong jenis hewan nocturnal.
 

 
Caving atau selusur gua juga dapat dilakukan di kawasan wisata ini yang sekaligus menjadikannya salah satu obyek wisata terbaik di Sulawesi selatan. Pada beberapa tempat dapat ditemukan gua yang mempunyai nilai arkeologis dan historis sehingga memungkinkan adanya kegiatan wisata, baik sebagai obyek wisata khusus gua maupun sebagai usaha untuk mengembangkan kegiatan speleologi serta wisata budaya. Menurut para ahli sejarah kepurbakalaan, gua-gua merupakan bekas hunian manusia beribu-ribu tahun silam, sebelum mereka mengenal cara membangun rumah tempat tinggal. Sampai saat ini, telah tercatat 16 buah gua yang ditemukan pada eks kawasan TWA. Bantimurung, yaitu antara lain : Gua Anjing (panjang lorong ± 60 m), Gua Bantimurung (panjang lorong ± 150 m), Gua Anggawati 1 (panjang lorong ± 170 m), Gua Towakala (panjang lorong ± 80 m), Gua Baharuddin (panjang lorong ±137 m), dan Gua Watang (panjang lorong ± 440 m).

Pada wilayah eks CA. Bantimurung terdapat 34 gua, satu diantaranya dan yang paling dikenal adalah Gua Mimpi yang panjangnya ± 1.415 meter dengan kedalaman ± 48 meter. Keseluruhan gua tersebut mudah dijangkau dan keindahannya sangat menarik. Di dalam gua terdapat stalaktit, stalakmit, flow-stone, helektit, pilar, dan sodastraw. Gua lainnya yang ditemukan pada eks CA. Bantimurung ini antara lain: Gua Lubang Air, Gua Lubang Kelu (panjang lorong ± 90 m), Gua Buttu (panjang lorong ± 500 m), Gua Nasir  (panjang lorong ± 800 m). Keseluruhan gua tersebut memiliki keindahan berupa stalaktit dan stalakmit serta sebagai tempat berkembang biak Burung Walet (Collocalia sp), kelelawar, laba-laba, lipan dan lain-lain.





Selain gua-gua tersebut di atas yang berpotensi untuk wisata alam selusur gua, pada kawasan TN.Babul dapat pula dilakukan selusur gua untuk tujuan wisata budaya. Kawasan arkeologis atau situs tersebut adalah kawasan yang mengandung peninggalan hasil budaya manusia di masa lalu atau cagar budaya yang harus diamankan, dilindungi dan dimanfaatkan. Pada dasarnya benda cagar budaya dan situs mempunyai fungsi sebagai bukti sejarah, sumber sejarah, obyek ilmu pengetahuan, cermin sejarah, media pembinaan nilai-nilai budaya, media pendidikan, media untuk memupuk kepribadian bangsa di bidang kebudayaan dan ketahanan nasional, serta obyek wisata budaya. Benda cagar budaya dan situs mempunyai hubungan dengan beberapa faktor kepentingan lain seperti riset ilmiah, seni yang kreatif, pendidikan, rekreasi dan turisme, representasi simbolis, pengesahan tindakan, integrasi dan kesetiakawanan sosial, keuntungan ekonomi dan moneter. Oleh karena itu benda cagar budaya dan situs perlu diupayakan perlindungan dan pelestariannya. Secara geologis, perbukitan karst yang ada di dalam kawasan

Beragam macam potensi wisata yang ada didalamnya mulai dari wisata tirta air terjun, aneka ragam kupu-kupu yang cantik hingga habitat kera hitam, kus-kus dan tarsius ditambah dengan kegiatan selusur gua menjadikan kawasan wisata bantimurung menjadi salah satu obyek wisata terbaik di Sulawesi selatan, fasilitas yang tersedia juga dianggap mampu mendukung kegiatan wisata yang berlangsung seperti kolam renang,baruga, wisma, museum kupu-kupu, penangkaran kupu-kupu, flying fox sampai tempat jajanan makanan dan minuman semua tersedia ditempat ini.

Jumat, 23 Desember 2011

resort bantimurung

resort bantimurung yang juga berfungsi sekaligus sebagai pusat informasi

Selasa, 15 November 2011

Kuskus Beruang




KUSKUS BERUANG
Suku: Phalangeridae
Nama Latin: Ailorps ursinus
Nama Lokal: Kuse / kuhe (Tolaki)
Status Konservasi: IUCN; rentan / vulnerable
CITES
PP no 7 th 1999 dilindungi pemerintah RI
Identifikasi :
Kuskus beruang ukuran tubuhnya hampir seperti kucing atau bahkan bisa lebih besar. Panjang badan dan kepala adalah 56 cm (1), panjang ekornya 54 cm (2) dan beratnya dapat mencapai 8 kg
Warna tubuh jantan dan betina tidak ada perbedaan. Panjang ekor hampir sama panjang dengan panjang tubuh, bagian ekor ditumbuhi rambut dari pangkal sampai lebih dari setengah panjang total ekor, sisa ujung ekor yang tidak ditumbuhi rambut berwarana hitam, ujung ekor  ini sangat kuat dan dapat digunakan untuk bergelantungan atau melilit batang dahan pohon saat mencari makan (prehensil) dan dapat digunakan sebagai alat untuk menggantung yang menahan seluruh beban tubuh saat dengan posisi kepala di bawah saat mencari makan di pohon.

Daun telinga pendek, hampir tidak terlihat karena tersembunyi dibawah rambut-rambut kepala, bagian luar dan dalam telinga berambut. Warna dasar tubuh bagian atas adalah hitam pucat dengan rambut bagian punggung berwarna coklat kehitaman, beberapa rambut bagian tubuh lain berwarna kuning kecoklatan atau lebih pucat.

Perilaku
Pengamat yang jeli akan dapat melihat keberadaa kuskus beruang walaupun satwa ini relatif pendiam dan jarang bersuara. Sekali menemukan satwa ini maka pengamat akan dapat melakukan pengamatan dengan puas karena satwa ini bergerak sangat lamban. Kuskus beruang merupakan binatang yang pendiam, hampir-hampir tidak bersuara kecuali kalau terganggu. Kuskus beruang yang terganggu akan mengeluarkan suara decak yang disela dengan engahan keras.
Kuskus beruang membentuk kelompok kecil yang hanya terdiri dari induk dan bayi, kecuali pada musim kawin, kuskus beruang jantan dan betina dewasa biasanya hidup soliter.
Kuskus beruang bergerak lambat dari satu pohon ke pohon lainnya menggunakan ekor prehensilnya dan tangan serta kakinya
Kuskus beruang aktif pada siang hari (diurnal)Sebagian besar aktivitas hariannya banyak digunakan untuk beristirahat dan tidur, sedikit waktunya digunakan untuk makan dan mengutu (grooming), waktunya untuk berinteraksi juga sangat sedikit, kegiatan tersebut dilakukan sepanjang siang dan malam. Waktu istirahatnya yang banyak digunakan untuk mencerna selulosa dari dedaunan sebagai sumber makanannya yang mengandung sedikit nutrisi.


Reproduksi
Kuskus beruang betina dewasa dapat melahirkan satu-sampai dua kali dalam setahun
Kuskus beruang termasuk hewan berkantung (marsupial)Anak kuskus beruang lahir dalam keadaan sangat kecil dan akan langsung menuju kantung induknya untuk dibesarkan selama sekitar 8 bulan, setelah itu akan keluar dari kantong dan hidup bersama induknya sampai siap untuk mandiri.
Pengamat bisa melakukan pengamatan ditempat sumber pakan kuskus beruang. Untuk memperbesar peluang pertemuan dengan kuskus beruang
Makanannya terdiri dari daun dan buah, misalnya daun kayu kambing (Garuga floribunda), pohon mindi (Melia azedarach), kenanga (Cananga ordorata) dan buah rao (Dracontomelon dao dan D. Mangiferum)
Daun muda lebih disukai karna lebih mudah dicerna dan mengandung lebih sedikit tanin, tetapi sesekali daun yang lebih tua juga dimakan untuk memenuhi kebutuhan protein. Kadang-kadang bunga dan buah mentah juga dimakan untuk memenuhi kebutuhan protein.

Habitat
Kuskus beruang merupakan satwa yang menghabiskan banyak waktunya dikanopi pohon (arboreal) sehingga pengamat berpeluang dapat bertemu dengan kuskus beruang dihabitat utama dari satwa ini dikanopi bagian atas hutan hujan tropis Sulawesi

Kamis, 10 November 2011

Tarsius



TARSIUS SPECTRUM
Nama local : balao cengke
Nama inggris: Spectral Tarsier
Nama popular: tarsius
Family : Tarsiidae
Lokasi perjumpaan di kawasan : Pattunuang, Bantimurung, Karaenta, Tompobulu
Tarsius di kawasan taman nasional Bantimurung Bulusaraung merupakan jenis Tarsius spectrum. Tarsius merupakan primate terkecil di dunia, spesies ini tergolong dalam satwa dilindungi yang masuk dala Appendix II IUCN
TARSIUS SPECTRUM
a. Karakteristik
Sulawesi merupakan rumah sedikitnya 5 spesies tarsius, salah satu diantaranya yaitu Tarsius spectrum terdapat di TN BaBul (Gambar. II-9). Hal ini semakin menambah bobot taman nasional ini selain sebagai taman nasional dengan kawasan karst terluas di Indonesia juga sebagai gudang biodiversity satwa endemic Wallacea. Tarsius yang dalam bahasa lokal Suku Makassar, dikenal dengan nama Balau’ Cangke’ (balau=tikus; cangke=duduk) artinya sejenis tikus yang dapat duduk. Penduduk lokal di sekitar TN BaBul, sepintas mengenal tarsius menyerupai tikus, dan dapat duduk sambil berpegangan pada batang/ranting kayu. Tarsius merupakan jenis primata yang paling kecil bobot badannya, hanya sekitar 100 g. Seseorang yang melihat tarsius, kesan pertama yang muncul adalah lucu dan menarik. Pupil matanya yang sangat besar dibandingkan dengan ukuran tubuhnya, meyakinkan bahwa satwa ini aktif malam hari. Tarsius dapat memutar kepala dan lehernya 180 derajat tanpa menggerakkan badannya.

b. Habitat
Secara umum, tarsius dapat dijumpai di seluruh kawasan hutan TN BaBul, akan tetapi satwa ini lebih mudah dijumpai di sepanjang hutan riparian Pattunuang mencakup obyek wisata Bislap dan Gua Pattunuang, mulai dari HM 1000 sampai HM 2500, pada tebing karst dimana terdapat tumbuhan karst dan berbagai jenis liana. Habitat tarsius yang cukup bagus juga terdapat di kawasan hutan berbatasan dengan Kampung Pute dan Pappang. Kedua kampung ini merupakan kampung yang paling dekat dengan TN BaBul di bagian hulu Sungai Pattunuang. Tarsius juga dijumpai di kawasan hutan air terjun Bantimurung. Jenis tumbuhan yang dominan di kawasan hutan Bislap (Bisseang Labboro) dan Gua Pattunuang diantaranya Aren (Arenga pinnata), Kenanga (Canangium odoratum), Spathodea campanulata, Arthocarpus sp., Jabon (Antocephalus cadamba), Planchonia valida, berbagaii jenis beringin (Ficus spp.). Sedangkan di blok hutan Pute dan Pappang, habitat tarsius didominasi oleh Bambu (Bambusa spp.), terdiri dari beberapa jenis seperti bambu duri, bambu biasa, bulo karisa dan tellang. Rumpun bambu digunakan kelompok tarsius sebagai tempat tidur dan tempat berlindung (cover), dimana tarsius membangun sarang di bagian bawah rumpun bambu yang cukup rapat dan terlindung dari kemungkinan serangan predator, misalnya ular. Pada saat tidur, tarsius menempati bagian bawah rumpun bambu. Satwa ini keluar dari tempat tidurnya pada pukul 6 sore hari, kemudian mereka mencari makan serta berbagai aktivitas lainnya dan kembali ke tempat tidur/sarang sekitar pukul 5 dinihari. Tempat tidur tarsius dapat diketahui dengan mudah karena ketika keluar dari sarang, tarisus mengeluarkan suara sebagai penanda teritori, dan hal yang sama dilakukan ketika kembali ke sarang pagi hari. Sesekali suara tarsius dapat terdengar ketika mereka sedang mencari makan (foraging), memberitahu keberadaan dari pasangan masing-masing. Selain itu, keberadaan tarsius di suatu pohon atau rumpun bambu dapat diketahui dari bau urinenya yang sangat khas.

c. Perilaku
Seseorang yang masuk ke hutan, lebih sering mendengar suara tarsius daripada melihat satwa itu sendiri, karena itu hanya orang yang cukup pengalaman dengan tarsius yang dapat mengenali suara tarsius, apalagi suara satwa ini sepintas seperti suara serangga (nada crit-crit-crit……., secara repetitif) atau suara kelelawar kecil (microchiroptera) yang terbang malam hari. Tarsius aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal), makanan utamanya adalah berbagai jenis serangga yang aktif pada malam hari. Selain serangga, tarsius juga makan berbagai jenis reptilia kecil serta burung berukuran kecil dintaranya burung kacamata (Zosterops sp.).

Ketika mencari makan, tarsius mengintai mangsanya, sambil mengendap perlahan, kemudian secara tiba-tiba dengan gerakan yang sangat cepat menyergap mangsanya dengan cara kedua tangan memegang mangsa, dan kedua kaki membantu kedua tangan menekan mangsa sampai mangsa bisa dikuasai sepenuhnya. Seperti halnya jenis primata lainnya, tarsius dapat menggenggam sempurna mangsanya dengan kedua tangannya secara sempurna karena satwa ini memiliki lima jari tangan dan lima jari kaki. Pada jari kaki tengah, terdapat kuku yang menonjol, seperti gigi agak melengkung yang memudahkan tarsius mencengkram mangsanya. Karena makanan tarsius adalah berbagai jenis serangga, satwa ini tidak dianggap hama oleh petani dan pemilik kebun di sekitar hutan.

Tarsius hidup berpasangan atau membentuk kelompok kecil dimana dalam satu kelompok hanya terdapat satu ekor jantan dan betina dewasa. Apabila dalam satu kelompok terdapat lebih dari dua individu, maka dapat dipastikan bahwa kelompok tersebut terdiri dari jantan dan betina dewasa serta anak yang sudah beranjak dewasa dan anak yang masih kecil yang masih disapih oleh induknya. Setiap kelompok tarsius memiliki daerah teritori yang jelas, dimana teritori dapat ditandai dengan air seni dan kotorannya serta bau badannya. Teritori dijaga secara ketat dari masuknya kelompok tarsius yang lain, dimana pelanggaran teritori dapat menyebabkan perkelahian antar kelompok.

Rabu, 09 November 2011

patroli pengamanan kawasan


Pada Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Camba, dibagi dalam 4 wilayah Resort wilayah kerja yang terdiri dari, Resort Bantimurung, Resort Pattunuang/karaenta, Resort Camba, Resort Mallawa. Pada tiap-tiap Resort ditugaskan beberapa personil polhut guna menjalankan tugas pengamanan kawasan hutan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

          Disadari bahwa kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terletak sangat  dekat dan berbatasan langsung dengan kawasan pemukiman dan dekat dengan akses jalan, maka dalam menjaga dan melakukan kegiatan pengamanan hutan agar nantinya tidak trjadi kegiatan maupun aktifitas yang dapat mengancam apalagi sampai merusak kelangsungan ekosistem hutan pada kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, maka peran polhut sangatlah penting walaupun disadari bahwa saat ini, jumlah personil polhut yang ada dilapangan dan luasan hutan yang harus diamankan dan dijaga sangatlah tidak seimbang , walaupun demikian para personil polhut yang ada dilapangan tetap memaksimalkan kegiatan pengamanan hutan dengan cara patroli secara gabungan dan bergantian ditiap resort dalam wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Camba.